Catatan Dari Kota Bogor

Yayuk R. Suhardjono memandang takjub. Sesuatu di dekat mulut gua Talabar di kawasan karst Sangkulirang, Mangkalihat, Kalimantan Timur, itu membuatnya terpana. Jelas, itu kecoa, lengkap dengan sungut. Yang membuat Yayuk terpana, dibanding kecoa biasa, benda itu terbilang raksasa. Panjang badannya 10 sentimeter, lebarnya kira-kira 3 sentimeter. Hampir sebesar kotak rokok. Ini tiga kali lipat dibanding besarnya kecoa yang biasa ditemukan di rumah-rumah yang termasuk jenis American cockroach (Periplaneta americana) dengan panjang sekitar 3-4 sentimeter.

Setelah mengamati lebih dekat, peneliti bidang zoologi pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, itu segera mafhum. ?Benar ini kecoa! Ini kecoa besar, kecoa jenis baru,? teriaknya kegirangan. Yah, ekspedisi tim peneliti LIPI dan The Nature Conservancy (TNC) selama lima pekan, 31 Juli sampai 4 September lalu, akhirnya tidak sia-sia.

Kecoa raksasa tadi hanya satu dari sekian spesies unik yang mereka temukan. Tim beranggotakan 10 ahli zoologi dan arkeologi serta 2 ahli botani dari Amerika Serikat, Singapura, Venezuela, dan Indonesia itu berhasil mendokumentasikan keragaman flora dan fauna di kawasan tersebut. ?Kami membagi rombongan menjadi dua tim, masing-masing 6 peneliti, 2 juru masak, 7 pembawa barang dan penunjuk arah,? kata Yayuk, doktor ahli serangga tanah jebolan Universitas Indonesia.

Karst Mangkalihat terbentang di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur. Kawasan ini pilih sebagai wilayah ekspedisi karena masih perawan. Di wilayah seluas 9.000 hektare itu mereka memilih enam gua di empat lokasi; formasi Suatan Kecamatan Tubaan dan formasi Tintang terutama di Danau Tebo, Merapun?keduanya di Kabupaten Berau. Dua lokasi lainnya adalah Ambulabung di sepanjang Sungai Baai di Kecamatan Pengadan serta Gunung Marang di Kecamatan Bengalon, keduanya berada di Kutai Timur (lihat peta).

Setelah gua Tabalar, tim peneliti melanjutkan perjalanan puluhan kilometer menuju Desa Pengadan. Dari desa paling ujung di Berau ini mereka menyambung dengan jalan kaki selama 3 jam menuju gua Mardua dan gua Ampanas Tengkorak. Tiga gua lainnya ada di daerah Marang, yakni gua Kebobo, gua Sungai dan gua Tengkorak, 8 kilometer dari gua Mardua.

Sulitnya medan membuat mereka harus bekerja ekstra keras. Untuk mencapai gua Talabar, misalnya, Yayuk harus berjalan 3 jam dari base camp di pinggir Sungai Baa?i. Itu pun masih harus memanjat dinding bukit selama satu jam. Maklumlah, mulut gua berada 75 meter dari kaki bukit.

Semua kerja keras itu tak sia-sia. ?Hanya dalam lima minggu, tim ekspedisi telah menemukan beberapa spesies unik yang belum pernah ditemukan di dunia,? kata Scott Alexander Stanley, Manajer Program TNC untuk Wilayah Kalimantan Timur.

Selama ekspedisi, mereka berhasil mengumpulkan 1.500 spesimen. Temuan ini terdiri dari 120 spesies burung, 34 spesies kelelawar, lebih dari 200 spesies serangga gua, 51 spesies ikan, dan 400 spesies tanaman. Bonus terbesar yang mereka dapatkan adalah dari enam gua yang ternyata dihuni berbagai spesies unik.

Selain kecoa raksasa tadi, jenis serangga unik lain yang mereka lihat adalah millipede atau si kaki seribu albino sepanjang 6,5 sentimeter. Ada pula laba-laba khas gua heteropoda sebesar telapak tangan, jangkrik gua (Rhaphidophora) dengan antena delapan kali panjang tubuhnya atau sekitar setengah meter. Semuanya memang serba raksasa. ?Hampir semua serangga yang kami kumpulkan adalah jenis yang belum dikenal dunia ilmu pengetahuan,? kata Louis DeHarveng, rekan satu tim Yayuk. Louis adalah peneliti entomologi dan direktur lembaga penelitian French Academy of Science. ?Sangkulirang memiliki diversity gua terlengkap di dunia,? kata dia lagi.

Temuan lain adalah kelelawar. Dari 92 jenis makhluk hitam gelap ini, tim peneliti mendokumentasikan 34 jenis kelelawar yang belum pernah dijumpai di Kalimantan. Juga ditemukan 124 spesies burung yang seperempat di antaranya bukan jenis yang melakukan migrasi. Selain itu, ada dua spesies baru bunga begonia, satu spesies baru tanaman berdaun tunggal yang disebut Monophyllaea, dua spesies keong, kepiting mini (micro-crab), beberapa spesies ikan, dan sejenis udang kecil transparan yang bisa bergerak cepat.

Bintang semua temuan itu tentulah sang kecoa raksasa. Tim ekspedisi menduga ini tergolong spesies baru. Keunikannya terlihat pada bagian belakang kepala dan bagian pipih di sisi toraks. Aksesori aneh ini membuat sang kecoa pantas dijuluki monster. Menurut Yayuk, dibanding kecoa rumahan yang lincah, si raksasa hanya bisa bergerak lambat hingga mudah ditangkap. Makanannya pun hanya mengandalkan guano (kotoran penghuni gua).

Yayuk belum bisa memberi nama bagi kecoa temuan mereka itu. Pasalnya, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 3.000-4.000 spesies yang ditemukan sejak 1800-an hingga 2004. ?Perlu waktu panjang untuk memberi nama kecoa spesies baru itu,? kata Yayuk.

Jika benar ini jenis temuan baru, inilah rekor kecoa terbesar. Temuan mereka akan mengalahkan ukuran kecoa terbesar di dunia saat ini, yaitu jenis giant burrowing cockroach atau rhinoceros cockroach (Macropanesthia rhinoceros) dari North Queensland, Australia. Badan kecoa ini panjangnya 8-9 sentimeter dan berat 30-35 gram. Kecoa raksasa lainnya adalah kecoa desis Madagaskar atau Madagascar hissing cockroach (Gromphadorhina portentosa) yang panjangnya 8 sentimeter.

Sayangnya, dua contoh kecoa temuan Yayuk dkk itu keburu mati setelah mereka tangkap untuk diambil sebagai contoh. ?Karena ekosistem gua tertutup, hewan gua ini lebih rentan dan sensitif ketika dibawa ke luar gua, apalagi kena sinar matahari,? katanya.

Toh matinya dua kecoa itu tak mengurangi makna penemuan mereka. Kalaupun ada yang membuat galau, itu adalah nasib kekayaan keanekaragaman hayati di Sangkulirang. Menurut Scott, tanpa perlindungan khusus, terutama dari penambangan dan pembalakan liar, kekayaan itu akan hilang. ?Entah berapa banyak lagi (spesies unik) di sana. Bila kawasan itu tidak dilindungi, lusinan spesies akan musnah sebelum manusia tahu mereka ada,? katanya.

Raju Febrian, Deffan Purnama (Bogor)

Comments

  1. ternyata Berau banyak menyimpan potensi besar yang belum tergarap maksimal, sukses bos

    ReplyDelete
  2. Sambaliung8/4/09 7:38 PM

    Subhanallah...cukuplah dengan mengamati dan mempelajari keberadaan makhluq, termasuk didalamnya keberadaan alam semesta, keteraturan yang melingkupinya dan keganjilan-keganjilan yang dimunculkannya, seseorang bisa membuktikan eksistensi Al Khaliq.

    ReplyDelete

Post a Comment

Silahkan Masukan Komentar dangkita..

:::Cara mengirim komentar anda harus mempunyai account google atau url web/blog lainnya ( seperti wordpress, dll ).
:::Jika anda tidak memiliki account google atau url web/blog, maka anda dapat mengirimkan komentar anda dengan memilih pengguna "Anonymouse"