Daerah Resapan Air, Alam dan Budaya Berkelas Dunia

Salah satu kawasan di Berau yang berbatasan dengan Kutai Timur (Kutim), mempunyai pusaka alam karst (gunung kapur) yang perlu dilestarikan.Pusaka alam tersebut, dianggap sebagai sumber mata air yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan masyarakat sekitar.“Pusaka alam karst Mangkalihat-Sangkulirang (Mangkulirang) yang terletak di perbatasan Berau-Kutim akan menjamin tersedianya sumber dan pembentuk utama kehidupan manusia Kalimantan, yaitu air dan sungai di masa depan,” ungkap Heddy S. Mukna, Asisten Deputy Pengendalian Kerusakan Hutan dan Lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup.


Kawasan karst Mangkulirang, kata dia, bermorfologi tegakkan menara-menara curam disertai ribuan lorong goa. Baik, goa berair maupun goa fosil.


Kawasan karst, menyebar dari pedalaman barat menuju pesisir timur. Untuk pesisir timur dihiasi terumbu-terumbu tempat hidup fauna karang, kawasan pesisir pun ditaburi pulau-pulau pasir yang merupakan tempat berjemur buaya muara.


“Kawasan karst bahkan menyimpan cerita manusia-manusia pertama Kalimantan yang jauh lebih tua dari kebudayaan Kutai,” ujarnya saat presentasi soal pengelolaan kawasan karst di ruang serbaguna Badan Lingkungan Hidup (BLH) Berau kemarin (22/1).


Disampaikan pula, kawasan karst merupakan pembeda utama dengan wilayah lain yang tidak bergunung karst -pembentukan kebudayaan yang khas karst. Untuk itu, kehancuran kawasan pusaka alam karst akan menjadi suatu bencana. “Jadi pengelolaan dan perlindungan kawasan karst sangat diperlukan untuk menjaga warisan pusaka,” ujarnya.


Disebutkannya pula, kawasan karst yang berada di perbatasan Berau-Kutim, merupakan pusaka alam dan pusaka budaya berkelas dunia, karena kawasan karst tersebut merupakan karst raksasa.


Selain itu juga merupakan sumber air bagi sungai-sungai di Kutim dan Berau. Sebagai daerah resapan, air dari kawasan karst mengalir ke 4 sungai utama di Kutim, yakni Bengalon, Bangka, Karangan, Kerayan dan Baai. Sedangkan di Berau mengalir di 3 sungai utama, yakni Lesan, Tabalar dan Dumaring.


“Kawasan karst juga memiliki keanekaragaman hayati khas hutan tropis dan mempunyai peninggalan budaya zaman es, sehingga pencapaian ke lokasi sering menjadi petualangan tersendiri,” ucapnya.


Menurut Heddy, pengelolaan pusaka alam karst hendaknya dilihat dalam konteks yang luas. Karena pusaka alam terdiri dari unsur hayati dan nonhayati yang menjadi tumpuan kehidupan manusia. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di kawasan karst kata dia, melihat pusaka alam tidak berbeda dengan pusaka budaya.


Sementara Asisten II Pemkab Berau Ahmad Delmy mengatakan, kawasan karst tersebut memang perlu dilestarikan. Namun, bisa juga potensi yang ada dikelola dengan syarat tidak mengesampingkan kelestariannya. “Karena kawasan karst tersebut merupakan daerah resapan air yang perlu dipertahankan,” ujarnya

Comments